PENYAKIT RIYA`
Oleh : Ridwan hamidi, Lc
Nash-nash al Qur`an dan as Sunnah menunjukkan bahwa
riya adalah perbuatan haram dan mencela pelakunya. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
telah berfirman :
فويل
للمصلين(4)الذين هم عن صلاتهم ساهون(5)الذين هم يراءون(6) (سورة الماعون)
فمن كان يرجوا لقاء ربه
فليعمل عملا صالحا ولا يشرك بعبادة ربه أحدا(سورة الكهف:110)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa sallam bersabda :
قال الله تبارك وتعالى :
أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك فيه معي غيري تركته وشركه
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman : “Aku Dzat
yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barang siapa yang beramal dengan
menyekutukanku, maka Aku tinggalkan dia dan perbuatan syiriknya.” (HR Imam
Muslim no 2985)
Dan Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam juga telah bersabda :
إن
أخوف ما أخاف عليكم الشرك الأصغر قالوا يا رسول الله وما الشرك الأصغر قال الرياء
إن الله تبارك وتعالى يقول يوم تجازى العباد بأعمالهم اذهبوا إلى الذين كنتم
تراءون بأعمالكم في الدنيا فانظروا هل تجدون عندهم جزاء
“Sesungguhnya
yang paling saya takutkan pada kalian adalah syirik paling kecil” Para sahabat
bertanya : “Apa yang dimaksud syirik paling kecil itu?” Beliau menawab :
“Riya`” Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman pada hari semua
amal hamba dibalas (hari kiamat) : “ Datangilah orang yang dulu kalian
tunjukkan amal kalian padanya di dunia, lihatlah apakah kalian mendapatkan
balasan dari mereka.” (HR Ahmad no 22742 dan Al Baghawi. Syekh al Albani berkata : sanadnya
baik (jayyid) (lihat Silsilah Hadits Shahihah no 951)
Abu Umamah al Bahiliy melihat seorang lelaki di
dalam masjid sedang menangis ketika sujud, kemudian beliau berkata : “Anda,
seandainya ini anda lakukan di rumah anda (tentu lebih baik).”
HAKEKAT RIYA`
Kata riya` berasal dari kata ru`yah (melihat). Asalnya adalah
mencari kedudukan di hati manusia dengan menunjukkan kepada mereka berbagai
perangai dan sifat baik. Adapun yang ditunjukkan kepada manusia cukup banyak,
namun bisa dikelompokkan menjadi lima bagian, yang semuanya merupakan sarana yang
biasa digunakan oleh seorang hamba untuk berhias di hadapan manusia, yaitu :
fisik (badan), pakaian, perkataan, perbuatan, pengikut, dan barang-barang yang
tampak di luar.
Adapun riya` dalam agama dengan badannya adalah dengan
menampakkan keletihan dan kelelahan yang mengesankan kerja keras, merasa sedih
memikirkan berbagai persoalan agama dan sangat takut dengan akhirat.
Adapun riya` dengan penampilan dan pakaian seperti rambut
kusut, menundukkan kepala ketika berjalan, sangat tenang dalam melakukan aktivitas
dan membiarkan bekas sujud menempel di wajahnya.
Riya` dengan perkataan seperti riya` yang dilakukan oleh
orang-orang mendalami agama dengan memberikan mau’izhah (nasehat), peringatan
dan berbicara dengan kata-kata hikmah (mutiara) dan atsaar (Hadits Nabi atau
perkataan ‘ulama`) untuk menampakkan perhatiannya dengan perbuataan orang-orang
shaleh serta menggerakkan kedua bibirnya untuk bedzikir di depan orang banyak.
Riya` dengan amal seperti riya`nya orang yang shalat dengan
memanjangkan berdiri, sujud dan ruku’, menundukkan kepala dan tidak menoleh.
Sedangkan riya` dengan teman dan orang-orang yang mengunjungi
seperti orang yang meminta seorang alim ulama mengunjungi supaya dikatakan
bahwa (alim) fulan sudah mengunjungi fulan.
TUJUAN RIYA`
Orang yang riya` mempunyai tujuan-tujuan yang bisa kita bagi
menjadi beberapa tingkat,
Pertama : Tujuannya
adalah agar ia dapat lebih leluasa berbuat ma’siyat. Seperti orang yang riya`
dengan menampakkan taqwa dan wara`. Tujuannya agar dikenal orang sebagai orang
yang mempunyai sifat amanah kemudian orang-orang memberikan kedudukan untuk
posisi tertentu atau mempercayakan pembagian harta (zakat, infak dan yang
sejenis) kepadanya. Ia mendapat keuntungan dari kepercayaan tersebut. Ini
adalah jenis riya` yang dibenci oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa karena
menjadikan ta’at kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa sebagai salah satu tangga
menuju kema’siyatan kepada Nya.
Kedua : Tujuannya
mendapatkan keuntungan duniawi semata, baik berupa harta ataupun wanita yang
ingin dinikahinya. Seperti orang yang menampakkan ilmu dan ketaqwaannya karena
ingin menikah atau mendapatkan uang. Ini juga riya` yang dicela, karena ia
melakukan ketaatan karena mencari keuntungan duniawi, tetapi tingkatannya di
bawah yang pertama.
Ketiga : Tidak
bertujuan mendapatkan harta atau menikahi wanita, tetapi ia menampakkan ibadah
karena takut dilihat kurang oleh orang, tidak dianggap orang-orang khusus dan
zuhud serta dianggap seperti orang-orang pada umumnya.
PEMBAGIAN
RIYA`
1.
Riya`
Jaliy (tampak jelas) yaitu riya` yang menjadi pendorong untuk beramal meski
dimaksudkan untuk mendapatkan pahala.
2.
Riya`
Khafiy (samar). Riya` ini lebih ringan. Meski bukan motivasi untuk beramal
tetapi membuat amalnya yang ditujukan karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa lemah.
Seperti orang yang biasa melakukan tahajjud setiap malam dan itu ia jalani
dengan berat, tetapi kalau ada tamu yang datang (menginap) ia tambah semangat
dan ia jalani shalat tersebut dengan ringan. Tergolong dalam jenis riya` khafiy
juga adalah orang yang menyembunyikan berbagai ketaatannya, tetapi jika
orang-orang melinhatnya ia senang jika orang-orang menyambutnya dengan penuh
ceria dan penghormatan, memujinya, bersemangat untuk membantu memenuhi
keperluannya, tidak banyak menuntutnya dalam berjual beli dan memberinya tempat
(dalam berbagai pertemuan) dan jika ada orang yang kurang memberikan haknya
hatinya merasa keberatan.
Orang-orang
yang ikhlas senantiasa takut terhadap riya` khafiy. Kesungguhannya untuk
menyembunyikan berbagai ketaatannya lebih besar daripada kesungguhan
orang-orang menyembunyikan keburukan mereka. Semua itu ia lakukan karena
mengharap agar seluruh amal shalehnya ikhlas, kemudian hanya Allah Subhaanahu
Wa Ta'aalaa yang membalasnya pada hari kiamat karena keikhlasan mereka. Sebab mereka
mengetahui bahwa pada hari kiamat nanti tidak akan diterima (amalan) kecuali
dari orang yang ikhlas dan mereka menyadari bahwa pada saat itu mereka sangat
membutuhkannya.
OBAT
RIYA` DAN CARA MEMBERSIHKAN HATI DARI RIYA`
Anda telah mengetahui bahwa riya` menghapuskan amal, sebab
kemurkaan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan merupakan pembinasa yang paling
besar. Kalau memang begini sifatnya maka sudah sepantasnya untuk secara
sungguh-sungguh menghilangkannya. Ada beberapa tingkatan untuk mengatasinya.
Pertama : Memotong akar dan asal usulnya yaitu senang dipuji,
menghindari pahitnya dicela dan sangat tamak terhadap yang dimiliki manusia.
Tiga hal inilah yang menggerakan orang untuk riya`. Cara mengatasinya :
Menyadari bahaya riya` dan akibat yang ditimbulkannya dengan tidak
didapatkannya hati yang baik (bersih), terhalang mendapatkan taufiq di dunia,
tidak mendapatkan kedudukan di sisi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa di akhirat
nanti, balasan yang akan diterima berupa siksaan, kemurkaan yang dahsyat dan kehinaan
yang tampak. Bagaimanapun, jika seorang hamba memikirkan kehinaan tersebut,
kemudian membandingkan apa yang didapatkannya dari menampakkan keindahan
(perkataan, amal dll) dihadapan manusia di dunia dengan apa yang tidak bisa ia
raih di akhirat dan pahala yang terhapus, ia akan dengan mudah menghilangkan
keinginan tersebut. Seperti orang yang mengetahui bahwa madu itu enak tetapi
kalau ternyata di dalamnya ada racun yang akan berakibat buruk baginya, ia akan
tinggalkan madu tersebut.
Kedua : Menghilangkan berbagai (bisikan) yang sempat mengganggunya
ketika melakukan ibadah. Ini juga perlu dipelajari. Orang yang berjuang
memerangi (penyakit) jiwanya dengan memotong akar-akar riya`, menghilangkan
rasa tamak dan menganggap hina pujian dan celaan orang, kadang-kadang syetan
tidak membiarkannya pada saat menjalankan ibadah, tetapi membisikkan riya`.
Jika terbetik dalam benaknya bahwaorang-orang sedang melihatnya, melawannya
dengan mengatakan pada dirinya : Apa urasanmu dengan orang-orang itu, merek
tahu atau tidak, Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa mengetahui keadaanmu. Apa
faidahnya orang mengetahui (amal kita) ? Jika keinginan untuk mendapatkan
pujian sedang bergejolak, ingat dengan penyakit riya` yang ada dalam hatinya
yang menyebabkannya mendapatkan murka dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan
kerugian ukhrawi lainnya.
SALAH,
JIKA ORANG MENINGGALKAN KETAATAN KARENA TAKUT RIYA`
Ada orang yang meninggalkan amal karena takut riya`. Ini satu
sikap salah, cocok dengan keinginan syetan untuk mengajak manusia malas (beramal)
dan meninggalkan kebaikan. Selama motivasi untuk beramalnya sudah benar dan
sesuai dengan tuntunansyari’at yang lurus, maka jangan meninggalkan amal karena
ada bisikan riya`, tetapi ia wajib berusaha mengatasi bisikan riya`, menanamkan
dalam dirinya malu terhadap Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan mengganti pujian
manusia dengan pujian Nya.
Fudhail bin Iyadl berkata : “Beramal karena manusia adalah
syirik, meninggalkan amal karena manusia adalah riya` dan ikhlas adalah Allah
Subhaanahu Wa Ta'aalaa selamatkan anda dari keduanya.”
Ada orang alim lain yang berkata : “Barang siapa yang
meninggalkan amal karena takut ikhlas maka ia telah meninggalkan ikhlas dan
amal.
(Diterjemahkan dari buku Al Bahrur
Roo-iq fiz Zuhdi War Roqoo-iq karya DR Ahmad Farid. Penerbit Muassasah al
Kutub ats Tsaqofiyah, cetakan pertama, hal
117-120)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan