KISAH NABI HUD a.s.
|
Selesailah kisah kaum Nabi Nuh dalam sejarah. Majoriti di antara
mereka yang mendustakan ajarannya telah dihancurkan oleh taufan. Sedangkan
minoriti antara mereka dapat kembali memakmurkan bumi sebagai wujud dari
sunatullah dan janji-Nya: Sedangkan janji Allah SWT kepada Nabi Nuh adalah:
"Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang
takwa." (QS. al-Qashash: 83)
Dan janji Allah SWT juga kepada Nabi Nuh adalah:
"Difirmankan: 'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh
keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang
yang bersamamu. Dan ada pula umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka
(dalam hehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari
Kami. " (QS. Hud: 48)
Berputarlah roda kehidupan dan datanglah janji Allah SWT. Setelah
datangnya taufan, tiada yang tersisa dari manusia di muka bumi kecuali
orang-orang yang beriman. Tiada satu hati yang kafir pun berada di muka bumi
dan syaitan mulai mengeluhkan pengangguran.
Berlalulah tahun demi tahun, lalu matilah para orang tua dan
anak-anak, dan datanglah anak dari anak-anak. Manusia lupa akan wasiat Nabi Nuh
dan mereka kembali menyembah berhala. Manusia menyimpang dari penyembahan yang
semata-mata untuk Allah SWT. Akhirnya, tipuan kuno berulang kembali. Para cucu
kaum Nabi Nuh berkata: "Kita tidak ingin melupakan kakek kita yang Allah
SWT selamatkan mereka dari taufan."
Oleh kerana itu, mereka membuat patung-patung orang-orang yang
selamat itu yang dapat mengingatkan mereka dengannya. Dan pengagungan ini
semakin berkembang generasi demi generasi, namun akhimya penghormatan itu
berubah menjadi penghambaan. Patung- patung itu berubah - dengan bisikan
syaitan - menjadi tuhan selain Allah SWT. Dan bumi kembali mengeluhkan
kegelapan. Lalu Allah SWT rnengutus junjungan kita Nabi Hud di tengah-tengah
kaumnya.
Al-Qur'an menyingkap ceritanya setelah diutusnya Nabi Hud untuk
membawa agama kepada manusia. Nabi Hud berasal dari kabilah yang bernama 'Ad.
Kabilah ini tinggal di suatu tempat yang bernama al-Ahqaf. la adalah padang
pasir yang dipenuhi dengan gunung-gunung pasir dan tampak dari puncaknya
lautan. Adapun tempat tinggal mereka berupa tenda-tenda besar dan mempunyai
tiang-tiang yang kuat dan tinggi. Kaum 'Ad terkenal dengan kekuatan fisik di
saat itu, dan mereka juga memiliki tubuh yang amat tinggi dan tegak
sampai-sampai mereka mengatakan seperti yang dikutip oleh Al-Qur'an:
"Mereka berkata: 'Siapakah yang lebih kuat daripada
kami.'" (QS. Fushilat: 15)
Tiada seorang pun di masa itu yang dapat menandingi kekuatan
mereka. Meskipun mereka memiliki kebesaran tubuh, namun mereka memiliki akal
yang gelap. Mereka menyembah berhala dan membelanya bahkan mereka siap
berperang atas namanya. Mereka malah menuduh nabi mereka dan mengejeknya.
Selama mereka menganggap bahawa kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan,
maka seharusnya mereka melihat bahawa Allah SWT yang menciptakan mereka lebih
kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka.
Nabi Hud berkata kepada mereka:
"Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi
kalian selain-Nya. " (QS. Hud: 50)
Itu adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi
dan rasul. Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan
tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: "Apakah engkau
ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau
inginkan?" Nabi Hud memberitahu mereka bahawa ia hanya mengharapkan
imbuhan dari Allah SWT. Ia tidak menginginkan sesuatu pun dari mereka selain
agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan
mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana Dia menjadikan
mereka sebagai khalifah setelah Nabi Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan
fisik, bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan,
bagaimana Dia mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.
Kaum Hud membuat kerosakan dan mengira bahawa mereka orang-orang
yang terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan semakin
menentang kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: "Bagaimana engkau
menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?"
Nabi Hud menjawab: "Sungguh orang tua kalian telah berbuat kesalahan."
Kaum Nabi Hud berkata: "Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahawa
setelah kami mad dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali
hidup?" Nabi Hud menjawab: "Kalian akan kembali pada hari kiamat dan
Allah SWT akan bertanya kepada masing-masing dari kalian tentang apa yang
kalian lakukan."
Setelah mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka.
Alangkah anehnya pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di
antara mereka. Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika
jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan tanah
itu akan beterbangan, lalu bagaimana semua ini akan kembali ke asalnya.
"Kemudian apa pengertian adanya hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati
akan bangkit dari kematiannya?" Hud menerima pertanyaan-pertanyaan ini
dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai menerangkan pada kaumnya keadaan
hari kiamat. Ia menjelaskan kepada mereka bahawa kepercayaan manusia kepada
hari akhir adalah satu hal yang penting yang berhubungan dengan keadilan Allah
SWT, sebagaimana ia juga sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan
kehidupan manusia.
Nabi Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang
diterangkan oleh semua nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah
sang Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar memulai penciptaan kemudian
berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini, lalu setelah itu tidak ada
hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang pertama dari ujian. Dan ujian tidak
selesai dengan hanya menyerahkan lembar jawaban. Harus juga disertai dengan
koreksi terhadap lembar jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang
berhasil dan siapa yang gagal.
Manusia selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan;
ada yang berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas.
Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani
hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat namun mereka mendapatkan fasilitas
yang mewah dan mendapatkan penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang
yang teraniaya akan mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan
mengeluh?
Logika keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan
tidak selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan
berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah kejahatan
ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh suatu kelaliman
besar terhampar seandainya kita menganggap bahawa hari kiamat tidak pernah
terjadi. Allah SWT telah mengharamkan kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia
pun mengharamkannya terjadi di antara hamba-hamba-Nya., maka adanya hari
kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan
dari keadilan Allah SWT. Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan
akan disingkap kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan
Allah SWT akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama
tentang hari kiamat yang berhubungan langsung dengan keadilan Allah SWT.
Ada kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang
berhubungan dengan perilaku manusia sendiri. bahawa keyakinan dengan adanya
hari akhir, mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala
dan siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah perkara- perkara yang
langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia dan had
mereka akan tertuju dengan alam lain setelah alam ini. Oleh kerana itu, mereka
tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme
untuk menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah saat mereka tidak berhasil
melihat balasan usaha mereka dalam umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan
demikian, manusia semakin meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya
ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.
Barangkali persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi
dunia, nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan
dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi dapat terwujud dengan adanya keimanan
terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah membicarakan semua ini dan mereka telah
mendengarkannya namun mereka mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum
itu terhadap hari kiamat:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya
dan yang mendustakan pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami
mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: 'Orang ini tidak lain hanyalah manusia
seperti kamu, dia, makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum dari apa yang
kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian menaati manusia yang seperti
kamu, niscaya bila demikian itu, kamu benar-benar menjadi orang- orang yang
merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahawa bila kamu telah mati
dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan
(dari kuburmu)?, jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan
kepadamu itu, kehidupan tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita
mati dan hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. " (QS. al-
Mu`minun: 33-37)
Demikianlah kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata
kepadanya: "Tidak mungkin, tidak mungkin." Mereka keheranan ketika
mendengar bahawa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam
kuburan. Mereka bingung ketika dibe-ritahu bahawa Allah SWT akan mengembalikan
penciptaan manusia setelah ia berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah
menciptakannya sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari
kebangkitan itu merasa bahawa mengembalikan penciptaan manusia dari tanah dan
tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama kali. Bukankah Allah SWT telah
menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa yang ditemui-Nya dalam
mengembalikannya. Kesulitan itu disesuaikan dengan tolok ukur manusia yang
tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur manusia tersebut tidak dapat diterapkan
kepada Allah SWT. kerana Dia tidak mengenal kesulitan atau kemudahan. Ketika
Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya sekadar mengeluarkan perintah:
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak
(untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:
"Jadilah."Lalu jadilah ia." (QS. al-Baqarah: 117)
Kita juga memperhatikan firman-Nya:
"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara
kaumnya." (QS. al-Mu^minun: 33)
Al-Mala' ialah para pembesar (ar-Ruasa'). Mereka dinamakan
al-Mala' kerana mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam
kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka dalam
setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para pembesar kaum, orang-orang kaya
di antara mereka, dan orang-orang elit di antara mereka yang menentang para
nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam firman-Nya:
"Dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia.
" (QS. al-Mukminun: 33)
kerana pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan
untuk meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan dan
kekuasaan, muncullah sikap sombong. Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya
sambil bertanya-tanya: "Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti kita, ia
memakan dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan
barangkali kerana kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan
dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari
gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada
dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka
bagaimana kita menaati manusia biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT
memilih manusia di antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?"
Para pembesar kaum Nabi Hud berkata: "Bukankah hal yang aneh
ketika Allah SWT memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu
dari-Nya?" Nabi Hud balik bertanya: "Apa keanehan dalam hal itu?
Sesungguhnya Allah SWT mencintai kalian dan oleh kerananya Dia mengutus aku
kepada kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh
tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang telah
terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT telah dihancurkan dan begitu juga
orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun akan dihancurkan, sekuat apa pun
mereka." Para pembesar kaum berkata: "Siapakah yang dapat
menghancurkan kami wahai Hud?" Nabi Hud menjawab: "Allah SWT."
Orang-orang kafir dari kaum Nabi Hud berkata: "Tuhan-tuhan
kami akan menyelamatkan kami." Nabi Hud memberitahu mereka, bahawa tuhan-
tuhan yang mereka sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada
Allah SWT pada hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan
kepada mereka bahawa hanya Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia,
sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat.
Pertarungan antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap
kali pertarungan berlanjut dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan
kesombongan, pembangkangan, dan pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai
menuduh Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata
kepadanya: "Sekarang kami memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya engkau
menghina tuhan kami dan tuhan kami telah marah kepadamu, dan kerana
kemarahannya engkau menjadi gila." Allah SWT menceritakan apa yang mereka
katakan dalam firman-Nya:
"Kaum 'Ad berkata: 'Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada
kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan
sembahan-sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan
mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahawa sebagian sembahan kami
telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. " (QS. Hud: 53-54)
Sampai pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri
mereka, sampai pada batas bahawa mereka menganggap, bahawa Nabi Hud telah
mengigau kerana salah satu tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga ia
terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan mereka bahawa
ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap emosi tetapi ia menunjukkan
sikap tegas ketika mereka mengatakan: "Dan kami sekali-kali tidak akan
meninggalkan sembahan- sembahan kami kerana perkataanmu, dan kami sekali-kali
tidak akan mempercayai kamu. "
Setelah tantangan ini tiada lain bagi Nabi Hud kecuali memberikan
tantangan yang sama. Nabi Hud hanya pasrah kepada Allah SWT. Nabi Hud hanya
memberikan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan
dakwahnya. Nabi Hud berkata:
"Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan
saksikanlah olehmu bahawa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya
terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku
bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata
pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas
jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan
kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan
Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak
dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha
Pemelihara segala sesuatu. " (QS. Hud: 54-57)
Manusia akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran
ini. Seorang lelaki menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh.
Mereka menganggap bahawa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan.
Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka,
serta berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang
mereka dan menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan
mereka dan bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha
Benar. Dia-lah yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa
binatang, manusia, maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat
melemahkan Allah SWT.
Dengan keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada
janji- Nya serta merasa tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru
orang-orang kaflr dari kaumnya. Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun
ia sendirian dan merasakan kelemahan kerana ia mendapatkan keamanan yang hakiki
dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada kaumnya
bahawa ia melaksanakan amanat dan menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari
dakwahnya, niscaya Allah SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka.
Yang demikian ini berarti bahawa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi
Hud menjelaskan kepada mereka, bahawa ia berlepas diri dari mereka dan dari
tuhan mereka. la bertawakal kepada Allah SWT yang menciptakannya.
Ia mengetahui bahawa siksa akan turun di antara para pengikutnya
yang menentang. Beginilah hukum kehidupan di mana Allah SWT menyiksa
orang-orang kafir meskipun mereka sangat kuat atau sangat kaya. Nabi Hud dan
kaumnya menunggu janji Allah SWT. Kemudian terjadilah masa kering di muka bumi
di mana langit tidak lagi menurunkan hujan. Matahari menyengat sangat kuat
hingga laksana percikan-percikan api yang menimpa kepala manusia.
Kaum Nabi Hud segera menuju kepadanya dan bertanya: "Mengapa
terjadi kekeringan ini wahai Hud?" Nabi Hud berkata: "Sesungguhnya
Allah SWT murka kepada kalian. Jika kalian beriman, maka Allah SWT akan rela
terhadap kalian dan menurunkan hujan serta menambah kekuatan kalian."
Namun kaum Nabi Hud justru mengejeknya dan malah semakin menentangnya., maka
masa kekeringan semakin meningkat dan menguningkan pohon-pohon yang hijau dan
matilah tanaman-tanaman.
Lalu datanglah suatu hari di mana terdapat awan besar yang
menyelimuti langit. Kaum Nabi Hud begitu gembira dan mereka keluar dari rumah
mereka sambil berkata: "Hari ini kita akan dituruni hujan." Tiba-tiba
udara berubah yang tadinya sangat kering dan panas kini menjadi sangat dingin.
Angin mulai bertiup dengan kencang. Semua benda menjadi bergoyang. Angin
terus-menerus bertiup malam demi malam, dan hari demi hari. Setiap saat rasa
dingin bertambah.
Kaum Nabi Hud mulai berlari. Mereka segera menuju ke tenda dan
bersembunyi di dalamnya. Angin semakin bertiup dengan kencang dan menghancurkan
tenda. Angin menghancurkan pakaian dan menghancurkan kulit. Setiap kali angin
bertiup, ia menghancurkan dan membunuh apa saja yang di depannya. Angin bertiup
selama tujuh malam dan delapan hari dengan mengancam kehidupan dunia. Kemudian
angin berhenti dengan izin Tuhannya.
Allah SWT berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju
ke lembah-lembah mereka, berkatalah mereka: 'Inilah awan yang akan menurunkan
hujan kepada kami.' (Bukan)! Bahkan itulah azab yang kamu minta supaya datang
dengan segera (yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan
segala sesuatu dengan perintah Tuhannya." (QS. al-Ahqaf: 24-25) "Yang
Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari
terus-menerus;, maka kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).
" (QS. al-Haqqah: 7)
Tiada yang tersisa dari kaum Nabi Hud kecuali pohon-pohon kurma
yang lapuk. Nabi Hud dan orang-orang yang beriman kepadanya selamat sedangkan
orang-orang yang menentangnya binasa.
Pengajaran Dari Kisah Nabi Hud A.S.
Nabi Hud telah memberi contoh dan sistem yang baik yang patut
ditiru dan diikuti oleh juru dakwah dan ahli penerangan agama.Beliau menghadapi
kaumnya yang sombong dan keras kepala itu dengan penuh kesabaran, ketabahan dan
kelapangan dada. Ia tidak sesekali membalas ejekan dan kata-kata kasar mereka
dengan serupa tetapi menolaknya dengan kata-kata yang halus yang menunjukkan
bahawa beliau dapat menguasai emosinya dan tidak sampai kehilangan akal atau
kesabaran.
Nabi Hud tidak marah dan tidak gusar ketika kaumnya mengejek
dengan menuduhnya telah menjadi gila dan sinting. Ia dengan lemah lembut
menolak tuduhan dan ejekan itu dengan hanya mengata:"Aku tidak gila dan
bahawa tuhan-tuhanmu yang kamu sembah tidak dapat menggangguku atau mengganggu
fikiranku sedikit pun tetapi aku ini adalah rasul pesuruh Allah kepadamu dan
betul-betul aku adalah seorang penasihat yang jujur bagimu menghendaki
kebaikanmu dan kesejahteraan hidupmu dan agar kamu terhindar dan selamat dari
azab dan seksaan Allah di dunia mahupun di akhirat."
Dalam berdialog dengan kaumnya.Nabi Hud selalu berusaha mengetuk
hati nurani mereka dan mengajak mereka berfikir secara rasional, menggunakan
akal dan fikiran yang sihat dengan memberikan bukti-bukti yang dapat diterima
oleh akal mereka tentang kebenaran dakwahnya dan kesesatan jalan mereka namun
hidayah iu adalah dari Allah, Dia akan memberinya kepada siapa yang Dia
kehendakinya.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan